Pabrikan lain yang juga memproduksi pot kosmetik ialah PT Kemas Maju Indah (KIM) yang berada di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pabrik ini mulai beroperasi sejak 1980. Alex Hong, Head of Marketing KIM, menuturkan, semua produk KIM merupakan custom made, hingga customer bisa memesan pot sesuai spesifikasi yang diinginkan.

Berbeda dengan Podo Seneng, KIM mendesain wadah kosmetik secara elegan karena ditawarkan untuk konsumen level B dan level A. “Pot kosmetik yang kami buat tidak seperti kebanyakan pot yang beredar di pasaran yang terlihat generik,” ucap dia.

Pembelinya tak hanya produsen kosmetik dalam negeri. KIM juga mengekspor produknya ke Jepang dan Eropa. Alex bilang KIM mematok minimal order sebanyak 10.000 pieces. Sebagai gambaran, produk kemasan lipstik dijual Rp 3.000–Rp 4.000 per pieces.

Suwanto memproduksi berbagai wadah kosmetik dengan beragam ukuran. Mulai dari pot 5 gram untuk keperluan sampel, hingga ukuran besar mencapai 100 gram. Podo Seneng menetapkan minimal pembelian wadah kosmetik sebanyak 5.000 pieces untuk dikirim.

Namun, dia juga melayani pembelian eceran dengan jumlah order 100–1000 pieces. “Syaratnya, customer eceran mengambil sendiri pot kosmetik ke pabrik,” ucap dia.

Berbagai wadah ini dibanderol seharga Rp 800–Rp 3.000 per pieces. Dalam sehari, ia bisa membuat sekitar 1.000 buah wadah kosmetik. Suwanto menambahkan, margin keuntungan untuk usaha kemasan kosmetik bisa mencapai 30%.

Andalkan mesin

Anda tertarik menjajal usaha produksi kemasan kosmetik? Sama dengan pembuatan kemasan lainnya, usaha ini juga sangat mengandalkan mesin.  Makanya, seperti dibilang Suwanto, usaha ini padat modal.

Selain dana untuk membeli mesin, Anda juga harus menyiapkan pabrik, meski tak butuh lahan luas. Suwanto menyarankan, jika baru merintis, bikin pabrik di atas lahan seluas 500 m2 dahulu. Mesinnya juga bisa memakai yang bekas dulu.  

Mesin utama adalah mesin injeksi plastik. Kata Suwanto, harga mesin ini dalam kondisi bekas mencapai puluhan juta rupiah. Hingga kini Podo Seneng mengoperasikan 8 unit mesin injeksi.

Di dalam mesin harus ada alat pencetak (moulding) yang akan membentuk kemasan seperti desainnya. Investasi untuk cetakan baru ini sekitar Rp 60 juta–Rp 100 juta. Dus, jika ada pelanggan yang mau order pot kosmetik dengan bentuk khusus, Suwanto mewajibkan pelanggan untuk ikut berinvestasi untuk cetakan tersebut.

Lalu, dia akan membuat cetakan dengan mesin yang ia punya. Makanya, order pot dengan model baru bisa lebih lama, mencapai dua bulan. Sementara, mesin dan peralatan pendukung pembuatan wadah kosmetik terdiri dari mesin giling (crusher) untuk recycling.

Baik Podo Seneng maupun KIM mengimpor semua mesin injeksinya. “Kami impor mesin dari Jepang, Taiwan, dan Jerman,” ungkap Alex.

Adapun bahan baku yang digunakan adalah bijih plastik. Sisanya, pot kosmetik yang sudah jadi untuk dihancurkan. Ini untuk menghemat energi.

Untuk wadah sudah jadi, Suwanto tak berani mengambil dari pemulung. Pasalnya, wadah dari luar tidak terjamin kebersihannya. Suwanto hanya menggunakan wadah buangan dari produk sendiri yang ada di pabrik dan belum pernah digunakan. “Kalau pun ambil dari luar, kami pilih wadah dari bijih plastik yang orisinil,” katanya.

Proses pembuatannya cukup sederhana. Bijih plastik dimasukkan ke dalam mesin, lalu diinjeksi ke dalam cetakan. Tiap kemasan kosmetik biasanya terdiri dari beberapa item, seperti tutup, inner atau bagian dalam, dan pot.

Waktu produksi berlangsung selama 18 detik–20 detik. Dus, untuk membuat sebuah wadah kosmetik, waktu yang dibutuhkan sekitar satu menit.

Jika dihitung-hitung, modal yang dibutuhkan untuk memulai bisnis ini bisa lebih dari Rp 300 juta. Meski padat modal, Suwanto bilang usaha ini tidak padat karya. Buktinya ia hanya memperkerjakan 30 orang karyawan. Maklumlah, sebagian besar pekerjaan ditangani mesin. Karyawan hanya dibutuhkan untuk quality control dan finishing, seperti pengemasan.

Ia menambahkan, belanja terbesar dalam usaha ini ialah pembelian bijih plastik. Suwanto mengaku tidak sampai mengimpor bijih plastik. Selain itu, pengeluaran terbesar ialah pada pembayaran gaji karyawan dan biaya listrik.

Di sisi lain, KIM tak hanya mengandalkan bijih plastik dalam pembuatan wadah kosmetik. Sebagai bagian dari inovasinya KIM juga menggunakan bahan baku akrilik.